Rabu, 06 April 2011

Kemoterapi Lebih Membawa Kerugian Dibandingkan Kesembuhan

Dari suatu studi, para dokter telah dihimbau untuk supaya lebih berhati-hati dalam menawarkan perawatan kanker ke pasien yang sedang sekarat karena kemoterapi lebih sering membawa dampak yang membahayakan dibandingkan dampak kesembuhan.



National Confidential Enquiry into Patient Outcome and Death (NCEPOD) menemukan bahwa lebih dari 4 dari 10 pasien yang menerima kemoterapi sampai akhir hidupnya telah menderita efek samping yang fatal dari kemoterapi dan perawatan ini dinilai “tidak tepat”.

Dalam suatu studi yang meneliti lebih dari 600 pasien kanker yang meninggal dalam waktu 30 hari selama menerima kemoterapi, diduga bahwa kemoterapilah yang menyebabkan dan mempercepat kematian dari 27% kasus yang ada.

Hanya 35% dari semua kasus ini dinilai baik oleh “dokter penganjur”-nya, dengan 49% mangalami perbaikan dan hanya 8% yang mendapatkan perawatan yang memuaskan.

Dalam paradigma medis konvensional, kemoterapi merupakan perawatan standar untuk kanker. Pasien membayar jutaan rupiah per bulannya untuk kemoterapi dengan harapan mereka akan sembuh dari kanker.
Namun, perawatan yang “mahal” ini adalah pengobatan yang sangat toksik atau beracun, memperpendek usia pasien menjadi hanya beberapa bulan saja, atau lebih buruk lagi, kurang dari itu dan membuat kanker makin mengganas.

Kerugian fatal dari kemoterapi adalah ia menghancurkan sel-sel sehat diseluruh tubuh pasien bersamaan dengan sel kanker. Sel-sel sehat yang dihancurkan adalah sel yang berada di:

• Sumsum tulang, yang berfungsi memproduksi darah.
• Sistem pencernaan.
• Sistem reproduksi.
• Kantung rambut.

Dalam studi yang dilakukan oleh NCEPOD yang meneliti lebih dari 600 pasien kanker yang meninggal dalam waktu 30 hari selama menerima kemoterapi, diduga bahwa kemoterapilah yang menyebabkan serta mempercepat kematian dari 27% kasus yang ada.

“Mayoritas pasien kanker di Negara ini (Amerika) meninggal karena kemoterapi, yang tidak bisa menyembuhkan kanker payudara, usus, ataupun kanker paru-paru. Hal ini telah terdokumentasikan selama lebih dari satu decade, namun demikian para dokter tetap saja memakai kemoterapi ubtuk melawan tumor-tumor ini,” ujar Dr. Allen Levin, MD, pengarang buku The Healing of Cancer.

Berdasarkan suatu studi yang dipublikasikan dalam jurnal Clinical Oncology edisi December 2004, disamping kemoterapi merupakan standar “emas” perawatan di dunia medis konvensional, dalam kurun waktu 5 tahun, ia hanya memiliki tingkat keberhasilan orang yang selamat  sangat sedikit, yaitu 2% dari SEMUA KANKER.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kasihi telah terdiagnosa kanker, saya sarankan supaya Anda berinisiatif melakukan pencarian kesembuhan di luar medis konvensional dan mendidik diri sendiri dengan pengetahuan kesehatan, melengkapi Anda dengan kebijaksanaan untuk mengambil keputuan yang tepat untuk melawan kanker. Jangan memiliki kepercayaan seratus persen kepada dokter Anda karena keputusan seperti ini sangat-sangat penting untuk diserahkan begitu saja ke tangan seorang dokter konvensional.

Vitamin D – Perawatan yang Aman dan Murah
Seiring perkembangan jaman, kanker mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya. Kanker merupakan momok tersendiri dari sekian banyaknya penyakit di dunia ini. Banyak orang bingung apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Ada banyak cara untuk mengatasi (mencegah atau menyembuhkan) kanker, tanpa harus menerima efek sampingnya. Salah satunya adalah VITAMIN D.

Calcitriol adalah hormon steroid alami yang paling penting dalam tubuh kita, dan ia diproduksi dalam jumlah banyak pada jaringan tubuh yang memiliki banyak kandungan vitamin D-nya. Namun, pada penderita kanker, kadar vitamin D – nya rendah.

Calcitriol berfungsi dalam mempengaruhi pembedaan sel dan mengontrol perkembangbiakan sel yang tujuan utamanya adalah melindungi kita dari kanker. Orang dengan kadar vitamin D rendah kurang bisa memproduksi calcitriol (vitamin D yang telah aktif) dalam jumlah yang cukup untuk mengendalikan perkembangbiakan sel-sel kanker.

Tingkat vitamin D yang optimal secara sinergis membantu perawatan terhadap kanker. Telah ada lebih dari 830 penelitian yang memperlihatkan keefektifan vitamin D dalam perawatan kanker.
Bukan hanya pendekatan alami ini aman tanpa efek samping, tapi ia juga sangat murah tanpa harus diterapkan dengan bantuan seorang ahli.

Tips Mencegah Kanker 

Mengoptimalkan tingkat vitamin D akan mengurangi resiko Anda terkena kanker lebih dari 50%. Tapi diperlukan juga langkah-langkah lainnya dalam mencegah terkena kanker.
Yang paling utama adalah mengatur pikiran dan perasaan Anda supaya tetap positif. Kebanyakan dari penyakit yang ada disebabkan oleh karena adanya pikiran dan perasaan negatif yang tak terkendali. Jika Anda fokus pada rasa sakit, kesedihan atau kepahitan, beberapa penyakit akan datang ke dalam hidup Anda.
Tapi jika Anda selalu fokus pada apa yang Anda “ingin” alami (sudah pasti ingin yang baik-baik saja) dan menaruh energi ke kebiasaan atau gaya hidup yang sehat, tubuh Anda akan meresponnya secara positif.
Beberapa hal yang bisa membantu melenyapkan pikiran dan perasaan negatif adalah doa, meditasi, dan rekreasi.

Dr. Ryke Geerd Hamer juga memiliki tehnik yang menakjubkan dalam German New Medicine-nya untuk mengatasi konflik emosional sebagai langkah awal menyembuhkan penyakit.
Beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam mencegah kanker:

Antibiotik Bisa Berbalik Dari Menyembuhkan Jadi Membahayakan

 
Antibiotik mampu membunuh bakteri penyakit. Tapi penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa membuat antibiotik dari obat yang menyembuhkan menjadi obat yang membahayakan.


Antibiotik bisa jadi adalah obat yang paling sering diresepkan oleh para dokter, tapi sayangnya banyak yang tidak tepat pemberiannya. Waspadai ancaman penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Prof Iwan Dwiprahasto selaku guru besar farmakologi UGM menuturkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa membahayakan kesehatan masyarakat secara global maupun individu. Bentuk penyalahgunaannya cukup beragam mulai dari tidak tepat memilih jenis antibiotik hingga cara dan lamanya pemberian.
“Kebiasaan memberikan antibiotik dengan dosis yang tidak tepat serta waktu pemberian yang terlalu singkat atau terlalu lama akan menimbulkan masalah resistensi yang cukup serius,” ujar Prof Iwan dalam acara workshop jurnalis kesehatan di gedung FISIP UI, Depok, Sabtu (26/3/2O11).
Senada dengan Prof Iwan, perwakilan World Health Organization Dr Sharad Adhikary juga menuturkan antibiotik memang obat yang telah menyelamatkan banyak jiwa, tapi tidak bisa menyembuhkan semua macam penyakit. Antibiotik hanya dapat menyembuhkan penyakit akibat infeksi bakteri.
Antibiotik kerap dibeli tanpa resep dan tanpa penjelasan, masyarakat biasanya membeli antibiotik dengan menggunakan resep sebelumnya. Padahal antibiotik harus melalui resep dan berdasarkan indikasi yang muncul.

“Jika digunakan berlebihan, bakteri bisa bermutasi sehingga jadi kebal. Jika semua kebal maka bisa menimbulkan superbug dan bisa-bisa nantinya kita kembali ke era sebelum ada antibiotik,” ujar Dr Sharad.
Dr. Sharad menuturkam masalah kekebalan terhadap antibiotik bukanlah masalah baru, tapi lama kelamaan semakin mengkhawatirkan dan berbahaya. WHO pada tahun 1998 telah mulai meminta negara-negara anggotanya untuk mengatasi masalah hal ini.

Infeksi virus seperti demam, flu, batuk pilek, radang tenggorokan dan beberapa infeksi telinga merupakan infeksi yang tidak boleh diobati dengan antibiotik. Hal ini karena antibiotik membunuh bakteri dan tidak membunuh virus.

Antibiotik membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang peka. Tapi kadang salah satu bakteri dapat bertahan hidup karena mampu menetralisir atau menghindar dari efek antibiotik. Bakteri yang semula hanya peka bisa menjadi kebal melalui perubahan genetik di dalam selnya sehingga menjadi resisten terhadap antibiotik.

Untuk menghindari penyalahgunaan antibiotik, ada beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu:

1. Gunakan antibiotik hanya dengan resep dokter, dengan dosis dan jangka waktu sesuai resep.
2. Tanyakan pada dokter obat mana yang mengandung antibiotik dan apa manfaatnya.
3. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa menurunkan efektifitas.
4. Demam, batuk, pilek dan diare umumnya tak perlu antibiotik. Hanya perlu makan makanan bergizi, minum dan istirahat. Jika dalam waktu 3 hari tidak sembuh, segera pergi ke dokter.
5. Jangan gunakan atau beli antibiotik dari dokter atau menggunakan resep yang lama.
6. Penggunaan antibiotik yang sembarangan bisa merugikan diri sendiri.
7. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik.
8. Memperbaiki perilaku tentang penggunaan antibiotik.
9. Mencegah dan menghindari penggunaan antibiotik yang berlebihan atau justru kurang.
“Masyarakat sebaiknya tidak mengobati diri sendiri, dan jangan mengonsumsi obat yang tidak diperlukan serta minumlah obat sesuai dosisnya,” ujar Dr Sharad.

Sumber: DetikHealth

Bentuk Perut Bisa Menilai Kondisi Kesehatan

img
foto: Thinkstock
Jakarta, Menilai kondisi kesehatan seseorang bisa dilakukan secara sepintas dengan melihat perutnya saja. Jika perutnya besar dan bentuknya bulat, itu tandanya ada gangguan metabolisme yang menyebabkan perlemakan di hati.

Dr Grace Julio-Kahl, MSc, MH, CHt menegaskan tubuh tidak pernah bohong, sehingga konsumsi makanan harus benar-benar seimbang dengan aktivitas dan kebutuhan energi.

Jika perut sudah membulat, maka kemungkinannya hanya 2 yakni kurang olahraga atau makannya yang masih terlalu banyak. Nah, jika terjadi gangguan metabolisme akan menyebabkan perlemakan di hati.

"Perlemakan hati dipicu oleh konsumsi alkohol dan lemak jenuh yang terlalu banyak. Akibatnya hati dipenuhi bercak-bercak lemak lalu membengkak, bahkan bisa membentuk batu kolesterol di kantung empedu," kata Dr Grace Julio-Kahl, seorang pemerhati gaya hidup sekaligus dokter konsultan pengaturan berat badan dari SHAPE Indonesia, dalam talk show 'Menangkal Penyakit dengan Pola Makan yang Sehat' di FX Plaza, Jl Sudirman, Senin (18/10/2010).

Normalnya hati berwarna merah karena banyak pembuluh darah, tapi hati yang mengalami perlemakan akan berwarna kekuningan. Dr Grace menggambarkan pada tingkat keparahan tertentu hati akan makin keras dan menjadi seperti hati ayam yang telah digoreng.

Pada kondisi seperti itu, hati tidak akan optimal menjalankan fungsi metabolisme. Akibatnya bisa bermacam-macam, namun yang paling fatal adalah stroke dan serangan jantung karena terjadi penyumbatan pembuluh darah oleh gumpalan lemak.

Menurutnya, lemak-lemak jenuh yang berbahaya itu sebagian besar berasal dari lemak nabati. Ciri-cirinya adalah berbentuk padat atau menggumpal pada suhu kamar dan hanya mencair jika dipanaskan dalam suhu tinggi.

Apabila disimpan di jaringan bawah kulit, lemak-lemak itu tidak terlalu bermasalah. Bahaya yang serius baru muncul ketika lemak tersebut disimpan di perut bagian dalam, karena akan mempengaruhi keseimbangan hormon terutama insulin.

"Selama timbunan lemak itu bisa dicubit, risikonya hanya bentuk tubuh menjadi tidak enak dilihat. Tapi kalau sudah menumpuk di dalam dan menyebabkan perut membulat, risikonya bermacam-macam mulai dari diabetes hingga darah tinggi," tambah Dr Grace.

Dr Grace menjelaskan dampak pola makan yang tidak sehat melalui berbagai spesimen asli tubuh manusia yang diawetkan dengan teknologi polymer impregnation yang dipamerkan dalam The Anatomy Show yang digelar di tempat yang sama.

Mulai dari payudara, ginjal hingga paru-paru yang terkena kanker, semua dipamerkan dalam The Anatomy Show yang digelar di tempat yang sama di FX Plaza hingga 14 November 2010.

Sumber :
http://health.detik.com/read/2010/10/19/073847/1468438/763/bentuk-perut-bisa-menilai-kondisi-kesehatan?ld991107763

1 dari 4 Perempuan Gemuk Menganggap Berat Badannya Normal

img
foto: Thinkstock


Galveston, Texas, Gaya hidup moderen telah mengubah pandangan orang tentang kegemukan, bahkan di kalangan perempuan yang umumnya lebih sensitif soal penampilan. Penelitian membuktikan 1 dari 4 perempuan gemuk tidak merasa ada masalah dengan berat badannya.

Penelitian yang dilakukan di University of Texas Medical Branch di Galveston ini melibatkan 2.200 orang dewasa dalam usia produktif, antara 20-39 tahun. Lebih dari setengahnya memiliki indeks masa tubuh di atas normal.

Secara umum terungkap 30 persen orang dewasa yang overweight merasa berat badannya masih normal. Sekitar 70 persen penderita obesitas menganggap dirinya hanya overweight, sementara 39 persen penderita obesitas hanya menganggapnya sebagai overweight parah.

Seoeran ilmuwan yang memimpin penelitian itu, Mahbubur Rahman menganggap penyebabnya adalah perubahan norma dan gaya hidup moderen. Di masa kini, punya tubuh gemuk sudah dianggap sebagai hal yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan.

"Di manapun, kita bisa menemukan orang yang overweight namun menganggap wajar kelebihan berat badan yang dialaminya," ungkap Rahman seperti dikutip dari Healthday, Selasa (23/11/2010).

Kecenderungan ini berlaku juga pada kaum perempuan, yang umumnya sangat memperhatikan bentuk dan berat badan. Terungkap dalam penelitian ini, hanya sedikit perempuan yang merasa berat badannya terlalu gemuk.

Di antara para responden perempuan yang mengalami overweight, 23 persen di antaranya menganggap berat badannya lebih rendah dari yang sesungguhnya. Hanya sekitar 16 persen responden perempuan dengan berat badan normal yang menganggap dirinya terlalu gemuk.

Selain mengganggu penampilan, kelebihan berat badan juga merupakan faktor risiko berbagai penyakit serius seperti diabetes dan berbagai masalah jantung dan pembuluh darah. Kegemukan yang hanya terjadi di perut atau obesitas sentral lebih berbahaya dibanding kegemukan yang merata di seluruh tubuh.

Sumber :
http://health.detik.com/read/2010/11/23/103659/1500020/763/1-dari-4-perempuan-gemuk-menganggap-berat-badannya-normal?ld991107763

Sering-sering Bangkit dari Meja Kerja Agar Cepat Langsing

img
foto: Thinkstock



Brisbane, Duduk seharian di belakang meja kerja bisa meningkatkan risiko sakit jantung dan masalah kegemukan. Hanya dengan meluangkan waktu minimal 1 menit untuk pergi ke toilet atau sekedar ngobrol dengan rekan kerja, risiko ini akan dapat dikurangi.

Penelitian membuktikan, meninggalkan bangku selama 1 menit setiap interval tertentu bisa membuat lingkar pinggang terjaga 4 cm lebih kecil dibanding yang duduk terus menerus. Kebiasaan ini juga dapat menurunkan tekanan darah yang merupakan faktor risiko masalah jantung dan pembuluh darah.

Makin sering pergi ke kamar mandi atau menghampiri rekan kerja di mejanya, makin besar pengaruhnya terhadap lingkar pinggang dan kesehatan jantung. Dalam penelitian itu, total waktu yang dihabiskan untuk berjalan-jalan selama jam kerja paling banyak 2 jam dalam sehari.

Penelitian yang dilakukan oleh para ahli di University of Queensland di Australia ini melibatkan 4.757 karyawan kantor dengan pengamatan selama seminggu berturut-turut. Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam European Heart Journal baru-baru ini.

Para partisipan dipasangi akselerometer, yakni alat untuk mengukur berapa lama waktu yang dihabiskan untuk berjalan. Selain itu, setiap hari para peneliti juga mengukur lingkar pinggang, tekanan darah dan kadar protein C-reactive yang merupakan salah satu indikator kesehatan jantung.

Hasil penelitian menunjukkan 25 persen partisipan meninggalkan meja kerja minimal 30 kali sehari dengan total waktu rata-rata 2 jam. Frekuensi tertinggi yang tercatat adalah 1.258 kali dalam sepekan sedangkan yang terendah hanya 99 kali dalam sepekan.

Dibanding kelompok yang jarang bangkit dari duduk selama bekerja, partisipan yang rajin berdiri untuk berjalan-jalan punya rata-rata lingkar pinggang 4,1 cm lebih kecil. Makin kecil ukuran lingkar pinggang, makin kecil risiko mengalami gangguan metabolisme dan jantung.

"Saat berdiri, banyak otot yang berkontraksi sehingga postur tubuh akan terjaga jika dilakukan secara rutin. Cukup dengan meninggalkan meja kerja selama 1 menit, kontraksi itu sudah bisa memberikan manfaat," ungkap salah satu peneliti, Genevieve Healy seperti dikutip dari MyHealthNewsDaily, Rabu (12/1/2011).

Sumber :
http://health.detik.com/read/2011/01/12/130159/1544824/763/sering-sering-bangkit-dari-meja-kerja-agar-cepat-langsing?ld991107763

Negara-negara Tempat Orang Super Gemuk Berada

img
foto: Thinkstock


Kegemukan tidak hanya menjadi masalah di negara maju, bahkan di negara paling miskin sekalipun banyak yang mengalaminya. Banyak faktor yang mempengaruhinya, mulai dari kurang olah raga hingga diet yang tidak sehat

Badan kesehatan dunia WHO menetapkan, seseorang bisa dikatakan mengalami overweight atau kegemukan jika memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari atau sama dengan 25 kg/m2. Jika IMT sudah melebihi 30 kg/m2, maka bisa dikategorikan obesitas.

Saat ini WHO mencatat, 1 dari 3 orang di seluruh dunia memiliki masalah kegemukan sedangkan 1 dari 10 orang mengalami obesitas.

Jika tidak ada upaya untuk memperbaiki gaya hidup dan pola makan, diperkirakan jumlah penderita kegemukan akan mencapai 2,3 miliar pada tahun 2015. Angka ini cukup tinggi karena menyamai jumlah penduduk China, ditambah Amerika dan seluruh Eropa.

Masalah kegemukan juga bukan monopoli negara maju yang umumnya terlalu makmur untuk berolahraga berat. Sebuah survei yang dilakukan Globalpost sepanjang 1 dasawarsa terakhir menunjukkan, beberapa negara miskin termasuk dalam 10 negara dengan masalah kegemukan paling banyak.

Berikut ini daftar negara paling gemuk berdasarkan persentase warga yang memiliki masalah berat badan, seperti dikutip dari Globalpost, Senin (28/3/2011).

1. Samoa (93,5 persen)Negara kepulauan yang juga terletak di Samudra Pasifik ini sebenarnya memiliki tradisi diet yang sehat yakni karbohidrat kompleks yang tinggi serat dan rendah lemak. Namun sejak terjadi migrasi orang asing pada masa Perang Dunia II, diet itu berubah dan menjadikan negara ini sebagai negara tergemuk di dunia.

2. Kiribati (81,5 persen)Antara tahun 1964-2001, impor makanan di salah satu negara termiskin di dunia ini meningkat 6 kali lipat. Makanan yang didatangkan dari negara lain umumnya berupa makanan olahan yang banyak mengandung lemak dan tidak sehat. Tak heran negara kepulauan yang terletak di Samudra Pasifik ini menduduki posisi 'runner up' negara paling gemuk di dunia.

3. Amerika Serikat (66,7 pesen)Sejak tahun 1960-an, 24 persen warga Amerika Serikat sudah mengalami overweight. Kini jumlahnya terus meningkat, hingga 2 dari 3 warganya bisa dikategorikan obesitas. Junk food alias makanan tidak sehat disebut-sebut sebagai pemicu utama kegemukan di Amerika Serikat.

4. Jerman (66,5 persen)Tidak terlalu mengejutkan jika Jerman masuk salah satu negara paling gemuk, karena warganya cukup dikenal dengan budaya minum bir dan makan masakan berlemak. Dalam upaya menekan jumlah warga yang gemuk, saat ini pemerintah menyediakan buah dan sayuran sebagai cemilan gratis untuk anak sekoilah di negara tersebut.

5. Mesir (66 persen)Jumlah pengidap masalah kegemukan di Mesir meningkat sejak tahun 1980-an. Sejak masa itu, laju pertumbuan penduduk mulai tidak terkendali sehingga pola makan menjadi tidak sehat. Terlebih dalam tradisi sebagain warganya, perempuan ditabukan untuk berolahraga.

6. Bosnia-Herzegovina (62,9 persen)Masalah kegemukan tidak hanya terjadi di negara-negara dengan penghasilan perkapita relatif tinggi. Buktinya, Bosnia-Herzegovina ayng rata-rata penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan masuk dalam 10 besar negara paling gemuk. Pemicunya antara lain diet yang tidak sehat, ditambah dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol.

7. Selandia Baru (62,7 persen)Menurut penelitian dari University of Otago, masalah kegemukan di Selandia Baru dipicu oleh kecanduan menonton TV sejak kecil. Di negara ini, masalah kegemukan lebih banyak dipicu karena kurang olahraga dibandingkan karena terlalu banyak makan.

8. Israel (62,9 persen)Sebagaimana yang terjadi di beberapa negara maju yang lain, timbunan lemak juga menjadi masalah serius di Israel. Dalam 30 tahun terakhir saja, jumlah penderita obesitas di negara ini sudah meningkat 3 kali lipat.

9. Kroasia (61,4 persen)Di negara ini, penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian terbanyak karena salah satu faktor risikonya adalah kegemukan. Wujud keprihatinan terhadap tingginya angka kegemukan, sebuah badan amal di Kroasia pada mencatatkan rekor pembuatan celana jins terbesar di dunia pada Juni 2010. Ukurannya 6 kalu luas lapangan tenis, dijahit dari 8.023 potong jins yang disumbangkan warga.

10. Inggris (61 persen)Cukup masuk akal jika Inggris masuk 10 besar negara dengan rata-rata IMT tertinggi di dunia, sebab di Eropa sendiri gaya hidup warga Inggris termasuk paling jarang berolahraga. Bahkan rekor manusia paling gemuk pernah dipegang seorang pria Inggris dengan berat badan 680 pound (sekitar 308 kg).

Sumber :
http://health.detik.com/read/2011/03/28/151959/1602823/763/negara-negara-tempat-orang-super-gemuk-berada?881104755