Sabtu, 09 Juli 2011

Dokter Umum Didorong Tahu Obat Herbal


Padang, Kompas - Ikatan Dokter Indonesia bersama Kementerian Kesehatan tengah menyusun kurikulum untuk diaplikasikan dalam pendidikan dan pelatihan pengenalan obat-obatan herbal bagi dokter umum di Indonesia. Sekretaris Jenderal Pengurus Besar IDI Slamet Budiarto mengatakan, penyusunan kurikulum sudah dilakukan selama enam bulan.

”Kurikulum akan diterapkan pada pelatihan bagi para dokter yang sudah berpraktik, terutama dokter umum,” kata Slamet seusai berbicara dalam Seminar Perkembangan Herbal dan Penggunaannya dalam Bidang Kesehatan yang diselenggarakan IDI Kota Padang dan produsen jamu Sido Muncul di Kota Padang, Sabtu (15/5).

Slamet mengatakan, kurikulum tentang obat-obatan herbal diharapkan bisa menjadi salah satu langkah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada obat impor. Di sisi lain, dilakukan upaya penelitian guna mendapatkan sandaran ilmiah bagi tanaman herbal untuk bisa digunakan dalam pengobatan medis.

Menurut Slamet, selama ini obat-obatan herbal baru digunakan pada tingkat promotif, belum sampai pada tingkat kuratif (pengobatan).

Guru Besar Universitas Diponegoro, Semarang, Prof dr Edi Dharmana menambahkan, hambatan terbesar untuk memproduksi dan mengenalkan obat herbal ialah relatif minimnya anggaran penelitian. Penelitian penting untuk uji klinis obat herbal sebelum menjadi fitofarmaka.

”Kita harapkan para dokter mau menggunakan obat herbal. Masalahnya, belum semua obat (herbal) diteliti kandungan aktifnya. Jadi, tidak ada bukti klinis sehingga dokter ragu,” kata Edi yang juga peneliti obat herbal dan ahli imunologi itu.

Edi menyatakan, saat ini di Indonesia baru ada lima obat herbal Indonesia yang lulus uji klinis untuk jadi fitofarmaka, yaitu Stimuno (peningkat kekebalan tubuh), Tensigard Agromed (obat darah tinggi), X-Gra (peningkat gairah seksual laki-laki), Rheumaneer (pengurang rasa nyeri), dan Nodiar (antidiare).

Namun, setelah lolos uji klinis, obat herbal dari bahan-bahan alami tadi harganya relatif mahal dan cenderung sama dengan obat-obatan impor. Contohnya Tensigard Agromed yang terbuat dari seledri (Apium graviolens L) dan tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Bent).

Menanggapi hal tersebut, Slamet mengatakan, yang terpenting memanfaatkan dan menggunakan dulu obat herbal dari keanekaragaman hayati Indonesia. (INK)

Sumber : Kompas.com

KANKER : Kolaborasi Herbal dan Kemoterapi

Oleh William Barnes dan Ossyris Abu Bakar

Banyak ahli bedah tumor beranggapan kombinasi terapi alami dengan terapi baku konvensional dalam memerangi kanker tidak memiliki peran sama sekali, bahkan berpotensi memengaruhi kinerja obat antikanker, buntutnya output yang memburuk.

Anggapan tersebut rasional terkait menjamurnya pengobatan alternatif berbasis herbal tanpa melalui uji klinis yang ilmiah. Maraknya produk herbal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan potensi terapinya dan efek samping yang ditimbulkan tidak berarti semua produk alami mubazir. Sesungguhnya banyak tanaman yang menyimpan potensi terapeutik yang luar biasa bila digali melalui penelitian ilmiah.
Sebut saja flavonoid—pemberi pigmen tumbuh-tumbuhan—yang terkandung luas dalam tumbuhan dan buah-buahan. Flavonoid juga protektor terhadap serangan mikroba dan serangga. Penyebaran flavonoid yang luas, varietas, serta toksisitas yang rendah menandakan kita dapat mengonsumsi flavonoid dalam jumlah besar tanpa khawatir berdampak buruk terhadap kesehatan.

Flavonoid memiliki peran besar dalam tubuh kita sebagai modifikator respons alami biologis. Banyak penelitian membuktikan peran flavonoid untuk memodifikasi reaksi tubuh pada penyakit. Flavonoid dapat menekan inflamasi (radang), mengontrol kadar gula darah, memperbaiki respons imun, melawan kanker, dan proteksi terhadap penyakit jantung.

Kadar dan tipe flavonoid bervariasi dalam tiap jenis tumbuhan. Kombinasi dan kuantitas flavonoid yang beragam dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai jenis penyakit.
Dengan penelitian ilmiah, kita bisa memahami dan mendapat informasi mekanisme untuk memodifikasi sinyal seluler dan metabolisme, memahami dosis serta kombinasi terapi terbaik untuk pengobatan tertentu.
Inflamasi
Kanker merupakan penyakit inflamasi. Ketika tubuh memproduksi keradangan sebagai reaksi terhadap luka atau infeksi, akan diproduksi substrat yang juga dapat memengaruhi tumbuhnya kanker.
Bila terjadi radang kronis seperti ulkus yang disebabkan bakteri dalam perut, konsekuensinya tidak hanya memicu terjadinya kanker, tetapi sekaligus memicu pertumbuhannya.

Flavonoid berperan dalam memerangi kanker sebagai: antiinflamasi (antiradang), antikanker, dengan merangsang apoptosis (program kematian sel), antimetastasis (antipenyebaran kanker), antiangiogenesis (antipertumbuhan pembuluh darah baru), meningkatkan kerja kemoterapi, dan menurunkan toksisitas kemoterapi

Dengan kemoterapi, angka kesembuhan kanker solid (padat) seperti kanker payudara, ovarium, ginjal, prostat, tulang, dan otak pada orang dewasa 2,3 persen. Rendahnya angka itu memicu resistensi terhadap obat-obat kemoterapi (multi-drug resistance). Membran transpor protein ABCG2/BCRP1 menurunkan konsentrasi kemoterapi intraseluler seperti ironotecan dan doxorubicin.

Protein ABCG2 ditemukan dalam jumlah besar dalam stem sel kanker. Protein itu memicu sel kanker stem sel untuk memulai pertumbuhan tumor pascakemoterapi. Substrat yang menghambat ABCG2 meningkatkan kemosensitivitas sel kanker stem sel terhadap kemoterapi serta memperbaiki respons.

Berbagai jenis flavonoid menghambat ABCG2. Kolaborasi ragam flavonoid seperti apigenin, luteolin, quercetin, genistein, dan kaempferol menghambat pertumbuhan sel kanker pada kanker ovarium pada suatu studi in vitro (angka kesembuhan 80 persen). Flavonoid berpotensi menghambat VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)—faktor pemicu angiogenesis (tumbuhnya pembuluh darah baru pada kanker). Teh hijau berpotensi menghambat MMP2 (Matrix Metalloprotein 2) dan MMP9 (Matrix Metalloprotein 9).

Untuk memperoleh capaian terapi lebih baik, kombinasi flavonoid, ekstrak murni teh hijau, dan kemoterapi menjadi pilihan yang dapat dicoba. Kombinasi terapi alami dan kemoterapi memberikan hasil lebih baik karena bekerja di jalur yang berbeda sehingga dapat membunuh sekaligus tak memberi peluang tumbuh kembalinya sel kanker.

Kemoterapi dapat membunuh sel kanker, tetapi tidak berdaya terhadap terjadinya kekebalan terhadap obat, juga tidak berpotensi mencegah penyebaran kanker ke organ lain, termasuk pertumbuhan pembuluh darah baru sebagai pemasok makanan bagi pertumbuhan sel kanker.
Untuk mendongkrak angka kesembuhan, pilihan terapi sebisanya berbasis pada pengobatan yang menekan pertumbuhan pembuluh darah baru (angiogenesis), mitosis (pembelahan sel), dan penyebaran ke organ lain (metastasis).

OSSYRIS ABU BAKAR Bekerja sama dengan Resort to Health Medical Clinic Perth

Sumber : http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/19/03025499/Kolaborasi.Herbal.dan.Kemoterapi

SBY Dorong Obat Herbal Jadi Alternatif Pengobatan

CIPANAS, KOMPAS.com — Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang diracik dari tanaman akan terus ditingkatkan melalui budidaya tumbuhan serta penelitian di bidang tersebut sehingga masyarakat memiliki alternatif dalam proses perawatan kesehatan.

Hal itu disampaikan Ketua Perhimpunan Dokter Herbal Indonesia dr Hardhi Pranata Sp, S.MARS, saat mendampingi Ibu Ani Yudhoyono meninjau taman herbal di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Senin (5/4/2010) pagi.

"Nantinya diharapkan pasien memiliki pilihan menggunakan obat herbal sehingga bisa dilakukan pengobatan integrasi dengan obat berbahan kimia. Di RRC sudah ada itu," kata Hardhi Pranata.

Hardhi yang juga salah satu anggota Tim Dokter Kepresidenan menambahkan, pengembangan tanaman untuk obat-obatan di Indonesia memiliki potensi yang besar mengingat setidaknya ada sekitar 4.000 jenis tanaman yang dianggap memiliki khasiat untuk pengobatan.

"Secara empiris, jamu ratusan tahun dipakai oleh masyarakat, saat ini sudah 18 herbal yang lulus standar uji klinis, lima jenis masih proses. Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) ingin ada percepatan. Ini memerlukan sinergi antara Kementerian Kesehatan, Badan POM, Kementerian Pertanian, dan pihak lainnya," katanya.

Hardhi mengatakan, dalam waktu dekat, untuk meningkatkan kompetensi dokter dalam penggunaan obat-obatan berbahan herbal, akan diresmikan program studi magister pengobatan herbal di Universitas Indonesia.

Menurut Hardhi, langkah mengembangkan taman herbal berangkat juga dari anjuran Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih pada 6 Januari 2010 yang mendorong para dokter mau memakai jamu dalam pengobatannya.

Taman Herbalia seluas 2.600 meter persegi yang berada di sisi timur istana tersebut memiliki 207 jenis tanaman herbal yang merupakan percontohan bagi pengembangan tanaman herbal di dalam negeri.

Pusat percontohan

Menurut Kepala Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor Dr Latifah K Darusman, Taman Herbalia Istana Cipanas akan dikembangkan menjadi pusat percontohan pengembangan tanaman untuk obat, salah satunya meningkatkan koleksi dari 207 jenis menjadi 470 jenis pada masa yang akan datang.

Dalam kesempatan itu, baik Hardhi maupun Latifah sepakat bahwa pada masa mendatang perlu keterlibatan produsen obat-obatan untuk memproduksi obat berbahan tumbuhan yang relatif tidak memiliki efek samping, terutama bila dikonsumsi dalam waktu panjang.

"Kami kira nanti trennya demikian, herbal ini multicompound dan bisa saling melengkapi untuk pengobatan, baik penyakit regenaratif seperti kanker dan juga untuk menjaga kesehatan. Ini bisa untuk promotif meningkatkan kesehatan, preventif juga ada, serta kuratif tentunya," kata Hardhi.

Dia menjelaskan, di Eropa dan Amerika Serikat, kecenderungan penggunaan tanaman sebagai bahan racikan obat terus meningkat. Bahkan, ada obat untuk kanker produksi luar negeri yang menggunakan bahan temulawak asal Indonesia. Meski demikian, masih banyak kalangan dalam negeri yang tidak mengetahui hal itu.

Peningkatan penggunaan tanaman berpotensi sebagai bahan obat di Indonesia, katanya, memerlukan kerja sama dan pemahaman semua pihak atas potensi yang dimiliki di dalam negeri.

"Kami mengajak dunia farmasi untuk mulai gunakan herbal karena herbal yang terstandar ini potensinya besar," katanya.

Ibu Ani Yudhoyono didampingi anggota Solidaritas Istri anggota Kabinet Indonesia Bersatu atau SIKIB meninjau Taman Herbalia di Istana Cipanas tersebut.

Sumber : http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/05/10111640/SBY.Dorong.Obat.Herbal.Jadi.Alternatif.Pengobatan